Apakah Anda puas bekerja saat ini?

Saya ingin memberikan tulisan yang agak panjang. Jadi ceritanya seperti ini, saya sudah berada di Bursa Efek Indonesia ini selama lebih dari dua tahun. Terlepas dari apa yang saya dapatkan di perusahaan ini, terkadang saya mikir tentang apa yang telah diberikan ke satu-satu nya perusahaan di Indonesia ini dan apa yang telah saya pelajar selama kurun waktu yang sangat sebentar ini dan dari percakapan beberapa teman dari perusahaan lain.

Urusan senang tak senang, saya yakin semua orang yang bekerja pasti pernah mengalami senang maupun tak senang nya. Bisa karena pekerjaan dengan load yang tinggi tetapi pendapatan tidak seberapa, lembur berhari-hari tapi tak mendapatkan imbalan yang diharapkan, bos yang tebang pilih plus gak bikin nyaman, lingkungan kerja yang tidak kondusif dengan orang-orang yang berfikiran negatif di sana sini dan lain sebagai nya. Menurut saya itu semua risiko orang bekerja ke orang.

Bagi para pekerja mungkin “gangguan” tersebut masih dirasakan karena kurang nya kontribusi yang diberikan kepada perusahaan, serta kurang nya kemampuan dia untuk menciptakan suasana yang positif, setidaknya bagi diri nya sendiri, lebih baik jika ditularkan ke lingkungan. Meskipun sifatnya kita bekerja ke orang lain, bukan berarti urusan effort hanya bergantuang kepada gaji atau tunjangan, wong ternyata orang cepat berkembang dan karir nya semakin baik dikarenakan kontribusi nya sendiri yang lebih besar dari apa yang ia hasilkan. Terlalu banyak contoh untuk ini. Kepemimpinan juga bukan urusan para manager dan top manager, sebagai orang yang memiliki kasta bawah di sebuah perusahaan juga dapat memberikan kontribusi kepemimpinan nya kepada diri sendiri dan keluarga nya masing-masing. Banyak juga contoh karir nya hancur karena urusan keluarga toh?

Sering kita melihat artikel yang membahas beberapa perusahaan yang membuat betah para staff nya seperti google, facebook, kaskus, dll. Yup, bisa jadi suasana dibuat seperti itu sebagai daya tarik tersendiri dan image perusahaan tersebut, tetapi kalau masalah keluar dari diri sendiri, tetap saja kenyamanan ditanggung oleh pribadi masing-masing.

Kembali lagi tentang urusan komunikasi. Satu hal yang selalu saya ingat adalah mengenai komunikasi. Apakah komunikasi = Banyak ngomong? Apakah komunikasi = Banyak Tanya? Sering kali pada sebuah evaluasi seseorang kurang mendapatkan penilaian yang kurang baik karena kurang nya ia “berbicara” dengan para atasannya padahal kontribusi dia di unit atau divisi tersebut sangat besar, karena “tak terlihat & terdengar” membuat nilai kurang baik? Bisa jadi. Di sebuah organisasi, peran satu dengan yang lainnya harus saling terkait satu sama lain, saling membutuhkan dan saling mensupport. Satu level maupun antar level. Tapi ini sungguh sangat bergantung kepada cara organisasi tersebut.

Pernah terdengar kalau kerja itu profesional saja, jangan pake hati. Kerjaan A lakukan sesuai SOP A, kerjaan B lakukan sesuai SOP B, jangan grasak grusuk dan sok tahu, urusan inovasi belakangan, yang penting kerja bener. Bener kah? Bisa jadi. Untuk itu lah kadang orang yang merasa nyaman dengan pekerjaan nya saat ini menjadi sangat berbahaya untuk dirinya sendiri, tanpa ada nya pengembangan kompetensi dan kualitas, apakah kita merasa puas? Bahaya sih sebenarnya. Tetapi apakah kita bisa menciptakan suasana kerja yang penuh inovasi dan tidak membosankan di posisi kita saat ini? Big yess .. Dan ini sangat penting untuk mengusir kejenuhan dan perasaan kurang senang dengan apa yang kita kerjakan.

Beberapa waktu lalu saya mendapatkan sebuah artikel http://www.huffingtonpost.com/wait-but-why/generation-y-unhappy_b_3930620.html . Buat yang cukup waktu untuk membaca artikel tersebut silakan dibaca dari awal sampai akhir. Artikel tersebut membahas tentang Generasi Y (Generasi saya) yang terlalu penuh dengna ekspektasi dan terlanjur berada pada posisi yang nyaman ketika memulai sebuah karir dari awal serta bahaya nya “image crafting” yaitu melihat-lihat kegiatan orang lain, terutama di social media seperti facebook, path, twitter, instagram, dsb, yang penuh dengan “kesuksesan”. Setidak nya kita merasa dia sudah mendapatkan banyak hal dalam hidup nya, karir yang bagus, penghasilan yang tinggi, sekolah ke luar negeri, punya bisnis dengan penghasilan Milyaran, sudah punya rumah mobil istri anak, dll yang membuat kita selalu berfikir “Rumput tetangga selalu terasa lebih hijau”. Tentu saja ini lah yang sering kali membuat kita “Down”. Kerja jadi tidak semangat, kontribusi lemah, nilai jelek, karir mandeg, dan efek domino lainnya.

Berbagai macam peneliti menyebutkan kalau rata-rata 80% fikiran seseorang itu dipenuhi oleh fikiran negatif, sedang kan manusia itu sendiri hidup karena fikirannya. Jadi yang bisa menciptakan perasaan puas tak puas nya kita sekarang yang kebetulan masih menumpang kerja ke orang ya kita sendiri, sebagai mana jelas nya batasan-batasan yang dibuat untuk menciptakan suasana yang menyenangkan, penuh inovasi tanpa melanggar SOP dan aturan main, kompetitif, berkontribusi dan asik.

Jangan dilupakan juga untuk selalu Balance antara kehidupan dan pekerjaan. Saya sendiri betah di BEI ini karena hal ini, seperti yang pernah dipost kan di https://irhamnurhalim.wordpress.com/2013/06/20/pentingnya-work-life-balance/. Keluarga tetap no 1.

Work life balance, lesson of life :

Renungan malam

‘Umar r.a. berpesan,

Kalian janganlah belajar karena tiga perkara, jangan pula meninggalkan belajar karena tiga perkara :
Jangan Belajar untuk tujuan berdebat, untuk bertanding, atau untuk pamer ilmu,
Jangan tidak belajar karena malu, benci dan tidak peduli terhadap kebodohan

oh, it was october

Mencoba memahami bulan ini.

Terima kasih ya Allah, cinta itu anugerah. Engkau ciptakan sifat ini dengan tujuan pasti. Kau ciptakan manusia dengan rasionalitas nya, emosi nya dan suara hati nya. Tak ada satu pun kekurangan dari penciptaan ini.

Ku ingin cintai makhluk-Mu agar lebih mengenal cinta-Mu. Tak ada keraguan atas sifat Mu ini ya Rab. Berilah makhluk mu yang lemah ini dalam ketetapan hati, keteguhan iman, dan kelapangan ilmu. Amin

Teruntuk kedua orang tua ku

Ayah, semakin lama wajahmu semakin tua, rambut mu semakin putih, keriput di wajahmu semakin jelas tampak. Kulit mu yang kering dan menghitam, keringat mu yang senantiasa membasahi tubuhmu, betapa berat nya beban yang kau miliki. Pergi pagi, pulang sore, terlihat keletihan mu semakin menjadi. Betapa engkau seorang pekerja keras, berjuang sekuat tenaga membanting tulang menegakan bahumu yang tegak untuk menjadi pemimpin keluarga ini. Menjalankan kewajiban untuk menafkahi dan menghidupi istri dan anak-anakmu. Di dalam doa mu, di dalam sujudmu, kau tak pernah berhenti berdoa untuk anakmu agar menjadi anak yang saleh, anak yang berbakti kepada orang tua, anak yang dapat meraih kesuksesan di dalam hidup nya.

Apa yang harus ku dustakan akan perjuangan mu? Sewaktu kecil kau memberikan apa saja yang ku butuhkan, berusaha menaikan diri ku untuk bisa belajar dari keluarga, memberikan pelajaran-pelajaran, keterampilan, keahlian, dan keteguhan. Di dalam marah dan murka mu terkadang aku mencela mu, menghina mu, namun saat engkau memberikan kasih sayang mu, memberikan nafkah setiap bulan agar aku bisa hidup dan kuliah dengan tenang dan dapat meraih cita-cita ku, betapa jarang nya aku bersyukur dan mengucap sebuah kata “terima kasih”. Kau seorang yang tegas, seorang yang keras, namun kau seorang yang sabar, seorang yang tabah. Walau saat ini hanya aku seorang anak mu yang menjadi tanggungan mu, kau tak pernah berhenti menghidupi ku. Demi melihat ku sukses di suatu saat nanti.

Ibu, Kasih sayang mu sungguh tak akan terbalaskan oleh segala cinta di dunia ini. Engkau lah penyejuk hati, penolong di saat gundah, pelindung di saat cobaan menerpa. Betapa banyak nya belaian kasih mu sejak ku kecil sampai saat ini, mengusap rambut ku di saat kepergian ku seraya memberikan doa yang teramat sangat tulus. Mengobatiku di kala sakit, membelai ku di saat ku tertidur pulas. Membuatkan ku sarapan pagi yang nikmat, menemaniku di saat makan sambil tak henti nya melihat wajah ku yang sedang nikmat menyantap makanannya dengan lahap. Saat engkau menemui anak mu di rantau ini kau bawakan makanan yang banyak serta buah-buahan yang segar. Di saat ku jauh, kau sering tanyakan kabar anak mu ini. Betapa kau merindunya kepada anakmu sampai setiap minggu kau telepon anak mu ini untuk menanyakan “minggu ini pulang?”.

Apa yang harus ku dustakan akan kasih sayang mu? Terkadang ku tak menjawab sms mu untuk sekedar membalas “aku baik baik saja”. Betapa sering nya aku lewatkan akhir pekan hanya untuk kesibukanku dan menjawab pertanyaan mu dengan kata “tidak pulang”, namun engkau terus mendoakan aku supaya apa yang ku kerjakan baik-baik saja, supaya aku tetap sehat-sehat saja. Betapa jarang nya aku membantu mu di saat membutuhkan pertolongan padahal hanya untuk hal-hal yang kecil, mengantar mu ke pasar, menemani mu ke dokter, membantu pekerjaan rumah mu. Tak ada belaian dan senyuman yang mampu menggantikan mu.

Wahai kedua orang tua ku, Maafkan anak mu karena tak pernah menempatkan cinta ku yang pertama untuk mu, maafkan anak ini yang sering terbuai cinta kepada lain. Maafkan anakmu yang tak pernah berbakti untuk mu. Maafkan anakmu yang belum bisa menggapai cita-cita nya untuk dipersembahkan untuk mu. Izin kan lah aku tetap sabar dalam menjalani cobaan-cobaan dan rintangan dengan doamu. Dan sungguh, tak akan pernah ku lewatkan setiap sujud ku hanya untuk berdoa kepada mu, yang merawat, menyayangi, mendoakan ku semenjak aku lahir.

Robbighfir lii wa li waalidayya warhamhumaa kamaa robbayaanii shoghiiroo

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”